Syaikh Abdul Qadir Jailani
berkata, "Pernah, karena kehabisan uang aku berhari-hari tidak makan. AKu
sampai mencari-cari makanan sisa untuk aku makan. Suatu hari dengan perut
kelaparan aku pergi ke tepi sungai dengan harapan mendapatkan daun kol atau
makan lain yang sudah dibuang. Sesampainya disana, aku melihat orang lain telah
mendahuluiku mencari sisa-sisa makanan. Aku mundur karena merasa tidak pantas
mengganggu mereka. Dan setiap aku tiba ditempat orang biasa membuang makanan
mereka, aku pun menemukan orang lain telah mendahului diriku. Akhirnya dengan
tubuh sudah sangat lemas aku pergi ke sebuah masjid di pasar rihaniyin dan
duduk bersandar didindingnya, pasrah menghadapi maut.
Sekoyong-konyong masuk seorang
asing dengan roti dan sepotong daging lalu mulai makan. Hampir setiap kali
orang tersebut mengangkat tangannya ke mulut, tanpa sadar mulutku terbuka.
Sampai akhirnya aku berkata kepada diriku, "apa ini, tidak ada tempat
disini (dalam hati) kecuali ALLAH". Tiba-tiba orang asing tersebut melihat
diriku dan menawarkan makanan itu, namun aku menolaknya. Dan aku baru menerima
tawarannya dan memakan sepotong roti setelah ia bersumpah akan berkeras menawarkan
makanan tersebut kepadaku. (Dan ternyata orang asing ini membawa 8 dinar
titipan ibu beliau untuk diberikan kepada Syaikh)". (Mahkota para aulia,
2005)
nb : Syaikh pada awalnya menolak
pemberian makanan orang asing ini karena beliau sebelumnya tanpa sengaja
membuka mulut (menginginkan makanan/dunia), padahal didalam hati seorang Wali
tidak diperbolehkan ada hal lain selain ALLAH.
Bagikan tausiyah ini kepada
teman-temanmu dengan meng-klik ‘tombol share di bawah’